Makalah menjalin hubungan efektif dalam pemberian asuhan keperawatan

Buraq Nari



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.

B.     Tujuan
1.        Untuk mengetahui cara menjalin hubungan  komunikasi yang baik dalam proses keperawatan.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
1.         Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
2.         Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan    mempertahankan kekuatan egonya.
3.         Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut (Hamid,1998):
a. Kesadaran diri.
b. Klarifikasi nilai.
c. Eksplorasi perasaan.
d. Kemampuan untuk menjadi model peran.
e. Motivasi altruistik.
f.  Rasa tanggung jawab dan etik.

B.     Fungsi Komunikasi Terapetik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Prinsip-prinsip komunikasi adalah:
1.      Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
2.      Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
3.      Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik
4.      Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5.      Kerahasiaan klien harus dijaga
6.       Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7.      Implementasi intervensi berdasarkan teori
8.      Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
9.      Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional
10.  Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
C.    Pengaruh Hubungan Komunikasi Terapeutik Antara Perawat dengan Klien
Hubungan terapeutik perawat-klien adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk memperbaiki emosi klien. Dalam hubungan ini perawat memakai diri sendiri dan teknik pendekatan yang khusus dalam bekerja dengan klien untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien.
Secara umum tujuan hubungan terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 96), yaitu:
  1. Kesadaran diri, penerimaan diri dan penghargaan diri yang meningkat
  2. Pengertian yang jelas tentang identitas diri dan integritas diri ditingkatkan
  3. Kemampuan untuk membina hubungan intim interdependen, pribadi dengan kecakapan menerima dan memberi kasih sayang.
  4. Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pribadi yang realistis.
Untuk mencapai tujuan di atas, berbagai aspek kehidupan klien akan diekspresikan selama berhubungan dengan perawat. Perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan persepsi serta dihubungkan dengan perilaku yang tampak (hasil observasi dan laporan). Area yang diidentifikasi sebagai konflik dan kecemasan perlu diklarifikasi. Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi kemampuan klien dan mengoptimalkan kemampuan melakukan hubungan sosial dan keluarga. Komunikasi akan menjadi baik dan perilaku maladaptif akan berubah jika klien sudah mencoba pola perilaku dan koping baru yang konstruktif.
Status klien dalam hubungan terapeutik perawat-klien sudah berubah dari dependen menjadi interdependen. Pada waktu yang lalu, perawat mengambil keputusan untuk klien, saat ini perawat memberi alternatif dan membantu klien dalam proses pemecahan masalah (Cook dan Fontaine, 1987; 14).
Di dalam hubungan terapeutik perawat-klien, perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam membantu klien, perlu mengenal dirinya, termasuk perilaku, perasaan, pikiran dan nilai agar asuhan yang diberikan tetap berkualitas dan menguntungkan klien.
Makalah ini akan menguraikan bagaimana meningkatkan kesadaran diri perawat agar berkembang kualitasnya dalam memberikan asuhan keperawatan yang mencakup uraian tentang tahap hubungan perawat-klien, sifat hubungan dan teknik komunikasi dalam berhubungan.

D.    Tugas Perawat pada Setiap Fase Hubungan
  1. FASE PRA INTERAKSI
Fase pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat, mempunyai hubungan yang konstruktif dengan orang lain dan berpegang pada kenyataan dalam menolong klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 105).
Pemakaian diri secara terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
                Tugas perawat pada fase ini :
a.       Mendapatkan informasi tentang klien
b.      Mencari literature yang berkaitan dengan masalah klien
c.       Mengexplorasi perasaan , fantasi, dan ketakutan diri
d.      Menganalisa kekuatan diri dan kelemahan professional diri
e.       Menentukan spesifik data yang akan dicari
f.       Metode yang tepat untuk wawancara
g.   Setting ruang dan waktu

  1. FASE ORIENTASI
Fase ini dimulai pada saat pertemuan pertama dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien.
Dalam memulai hubungan, tugas utama perawat adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Elemen-elemen kontrak (lihat Tabel 3) perlu diuraikan dengan jelas kepada klien sehingga kerjasama dapat dilakukan secara optimal. Diharapkan klien berperan serta secara penuh dalam kontrak, tetapi pada kondisi tertentu misalnya pada klien dengan gangguan realitas, maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu mengulang kontrak jika kontak relitas klien meningkat.
Tugas perawat adalah mengeksplorasi pikiran, perasaan, perbuatan klien dan mengidentifikasi masalah serta merumuskan tujuan bersama klien.
Elemen Kontrak Perawat-Klien Pada tahap Orientasi
a.       Nama individu (perawat dan klien)
b.      Peran perawat dan klien
c.       Tanggung jawab perawat dan klien
d.      Tujuan hubungan
e.       Tempat pertemuan
f.       Waktu pertemuan
g.      Situasi terminasi
h.      Kerahasiaan
Contoh nya:
 a).Salam Terapeutik
       P: “Selamat pagi bu !”
       K: “Selamat pagi”
  P: “Perkenalkan nama saya Hasna. Pagi ini saya akan merawat ibu dari      pukul 07.00 – 14.00.               Kalau saya boleh tahu, nama ibu siapa ?”
K: “Nama saya Rina”
        b).valuasi / Validasi
P: “Bagaimana tidurnya semalam bu ?”
K: “Oh, tidur saya semalam cukup nyenyak”
P: “Oh ya, ibu sudah mandi pagi ini ?”
K: ”Belum”
        c). kontrak
P: “Baiklah bu, karena pagi ini ibu belum mandi, saya akan memandikanibu pagi ini agar ibu merasa segar dan ibu cepat sembuh. Kita melakukannya disini saja bu,tidak lama ko’, kira-kira 20 menit.Bagaimana bu, apakah ibu bersedia ?”
         K: “Ya, saya bersedia.”
   P:”Baiklah  saya  akan siapkan alat-alatnya dulu Contoh pada fase ini:

  1. FASE KERJA
Pada fase kerja perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri serta mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif merupakan fokus fase ini.
Contoh pada fase ini:
1. Menyiapkan alat-alat di sebelah kanan pasien.
2. Memberitahu dan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
3. Memasang sampiran (menutup jendela, pintu, gorden), selimut dan bantal-bantal dipindahkan dari tempat tidur (bila bantal masih dibutuhkan dipakai seperlunya).
4. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin.
5. Mencuci tangan.
6. Memasang selimut mandi, lipatan bagian atas dipegang olehpasien, lipatan bagian bawah ditarik bersama-sama dengan seprei atas dan selimut kearah kaki.
7. Memberitahu pada pasien bahwa pakaian atas harus dibuka kemudian menutup dengan selimut mandi /kain penutup (berdiri di sisikanan atau kiri pasien).
8. membasuh muka:
     - perlak dan handuk kecil dibentangkan di bawah kepala
     - membersihkan muka, telinga, dan leher dengan waslap yang telah dibasahi air. Tanyakan   apakah pasienmau memakai sabun atau tidak.
- mengeringkan muka dengan handuk
- menggulung perlak dan handuk.
9. membasuh lengan:
- menurunkan selimut mandi, mengangkat atau mempersilahkan pasien mengangkat kedua tangan ke atas.
- meletakkan handuk di atas dada dan melebarkan ke samping kanan dan kiri sehingga kedua tangan dapat diletakkan di atas handuk
- membasahi tangan dengan waslap dan member sabun dimulai (dengan tangan yang jauh dari perawat) dan membilas sampai bersih,kemudian mengeringkandengan handuk (air kotor segera diganti).
Melakukan hal yang sama pada tangan yang dekat dengan perawat.
10. membasuh dada dan perut:
- menurunkan kain penutup sampai perut bagian bawah. Kedua tangan dikeataskan, mengangkat handuk dan membentangkan pada sisi pasien
- membasahi dan member sabun pada ketiak, dada dan perut kemudian     membilas sampai bersih dan mengeringkan dengan handuk
- lakukan pada sisi klien yang terjauh kemudian pada sisi yang dekat.
11. Membasuh punggung:
- mengatur posisi pasien miring ke kiri
- membentangkan handuk di bawah punggung sampai bokong
-membasahi punggung sampai bokong , menyabun, membilas dan mengeringkan dengan handuk
- mengatur posisi pasien terlentang dan memakai pakaian atas dengan rapi (sebelumnya pasien menghendaki talk atau tidak).
12. Membasuh kaki:
- mengeluarkan kaki yang terjauh dari selimut mandi dan membentangkan handuk di bawahnya dan menekuk lutut
- membasahi kaki,member sabun dan membilas kemudian mengeringkan dengan handuk
- melakukan hal yang sama pada kaki yang satunya.
13. Membasuh daerah lipatan paha:
- membentangkan handuk di bawah bokong dan bagian bawah perut. Selimut bawah dibuka
- membasahi lipatan paha dan genetalia kemudian menyabun, membilas dengan air bersih dan mengeringkan dengan handuk. Untuk daerah genetalia sebaiknya menggunakan sabun khusus.
14. Menggunakan kembali pakaian pasien bawah dan mengangkat selimut mandi.
15. Memasang selimut pasien kembali dan bantal-bantal diatur, tempat tidur danpasien dirapikan kembali.
16. Membereskan alat.
17. Mencuci tangan.


  1. FASE TERMINASI
Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Keduanya (perawat dan klien) akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih, penolakan perlu dieksplorasi dan diekspresikan.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses terminasi yang sehat akan memberi pengalaman positif dalam membantu klien mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien mungkin mengingkari perpisahan atau mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan marah dan bermusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara yang dangkal. Terminasi mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien sebagai penolakan atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan kerena klien masih memerlukan bantuan.
Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji pesan secara non verbal antara lain:
a.    Vokal: nada, kualitas, keras atau lembut, kecepatan yang semuanya menggambarkan suasana emosi.
b.    Gerakan: refleks, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang atau gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
c.             Jarak (space): jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan tingkat keintiman hubungan.
d.            Sentuhan: dikatakan sangat penting tetapi perlu mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan setempat.
  1.  Kehadiran Diri Secara Fisik
Egan (1975, dikutip oleh Kozier dan Erb, 1983; 372) mengidentifikasi 5 sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu:
a.       Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah ”saya siap untuk anda”.
b.      Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c.       Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
d.      Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e.       Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon terhadap klien.
f.       Sikap fisik dapat pula disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan keperawatan. Beberapa perilaku non verbal yang dikemukakan oleh Clunn (1991; 168-173) yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah:
a.      Gerakan mata.
Gerakan mata dapat dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata berkembang pada anak sejak lahir. Kontak mata antara ibu dan bayi merupakan cara interaksi dan kontak sosial. Perawat perlu mengetahui perkembangan kontak mata, misalnya usia 2 bulan bayi tersenyum jika kontak mata dengan ibu. Bayi dan anak memperlihatkan reaksi yang tinggi terhadap rangsangan visual (Mahler, dikutip oleh Clunn, 1991; 171).
Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat pertama yang dipakai untuk pendidikan dan sosialisasi. Anak sangat mengerti akan ekspresi ibu yang marah, sedih atau tidak setuju.
b.      Ekspresi muka
Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa non verbal namun banyak dipengaruhi oleh budaya. Orang yang tidak percaya pasti akan tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari.
c.       Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi yang mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan ibu yang memperlihatkan perasaan menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perpisahan dan kemandirian (Rubin, dikutip oleh Clunn, 1991, 173).
Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari (dewasa) mengembangkan hal yang sama baginya.
  1.   Kehadiran Diri Secara Psikologis          
Kehadiran diri secara psikologis dapat dibagi dalam 2 dimensi yanitu dimensi respon dan dimensi tindakan (Truax, Carkhoff dan Benerson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 126).
a.       Dimensi Respon
Dimensi respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal berhubungan dengan klien untuk membina hubungan saling percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini harus terus dipertahankan sampai pada akhir hubungan.
·         Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura, mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.
·         Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
·         Empati
Empati merupakan kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat merasakan pikiran dan perasaannya. Perawat memandang melalui pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah tersebut. Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 129) mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:
1)   Memperkenalkan diri kepada klien.: Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.
2)   Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
3)   Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah, ekspresi wajah.
4)   Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
5)   Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
·         Konkrit
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik, bukan yang abstrak. Hal ini perlu untuk menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan. Ada 3 kegunaannya, yaitu:
• Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien
• Memberi penjelasan yang akurat oleh perawat
• Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.
b.      Dimensi Tindakan
Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang dilaksanakan harus dalam konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior sering segera masuk dimensi tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai dengan dimensi respon. Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri yang tinggi dan kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1987; 131)
·          Konfrontasi.
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi, yaitu:
a)      Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien (keinginan klien)
b)      Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c)      Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.
·         Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
·         Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).
·         Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
·         Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.
Contoh pada fase ini:
1. Evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan
    Subjektif: Bagaimana bu perasaan ibu setelah dimandikan pagi ini ? Apa yang ibu rasakan ?
    Objektif: Klien tampak segar,rambut dan pakaian tampak rapi.
     Observasi respon klien selanjutnya.
2. Rencana tindak lanjut
P: “Baiklah bu, karena saya sudah selesai memandikan ibu, saya kembali ke ruangan dulu, untuk nanti sore atau besok pagi apabila ibu ingin mandi, ibu bisamelakukannya seperti yang saya lakukan tadi, minta bantuan keluarga ibu, apakah ibu mengerti ?
K: “ Ya, terima kasih saya sudah mengerti”.
3. Kontrak yang akan datang
P: “ Silahkan ibu beristirahat kembali, nanti saya akan dating lagi sekitar pukul 10.00 untuk memberikan suntikan melalui selang infus ibu, sebagai obat rutin yang harus dimasukkan, tidak lama bu kira-kira 5 menit dan kita melakukannya di sini saja. Apakah ibu bersedia ?”
K: “ Ya,saya bersedia”.
P:” Baiklah bu, apabila ibu memerlukan bantuan saya panggil saya di ruang perawat ! Selamat pagi bu”.
K:” Selamat pagi”.
KETERANGAN:
P: PERAWAT
K: KLIEN/PASIEN



























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
 Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
 Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
  1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
  2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan    mempertahankan kekuatan egonya.
  3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
  
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami bahwa pentingnya komunikasi dalam kehidupan kita sehari – hari terutama dalam proses pembangunan dan dalam proses keperawatan dan diharapkan juga bagi pembaca agar dapat menggunakan bahasa yang sesuai dalam pergaulan sehari – hari, khususnya bagi pembaca yang berprofesi sebagai seorang perawat atau tenaga medis lainnya agar dapat berkomunikasi yang baik dengan pasien guna untuk menjalin kersama dengan pasien dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan untuk kesehatan pasien serta berkomunikasi dengan baik terhadap rekan kerja dan siapapun yang terdapat di tempat kita bekerja.





DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi.Cetakan  2004
Koentjoro. 1989. Konsep Pengenalan Diri dalam AMT. Makalah. Dalam Modul Pelatihan AMT. Jurusan Psikolog



























KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat tuhan yang maha esa, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul MENJALIN HUBUNGAN EFEKTIF DALAM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas kuliah.        
             Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
             Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

                                                                                                                  
                                                                                                    Sigli,     November 2014

                                                                                                                 penulis
 










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………....i
DAFTAR ISI..……………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………..………. 1
A.   Latar Belakang……………………………………..………...1
B.   Tujuan………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….2
A.   Pengertian komunikasi terapeutik………………………...….2
B.   Fungsi Komunikasi Terapeutik...…………………………….2
C.   Pengaruh Hubungan Komunikasi Terapeutik antar perawat Dengan klien………………...………………………………..3
D.   Tugas Perawat Pada Fase Hubungan…………...…………….4
BAB III PENUTUP..………………………………………………16
A.   Kesimpulan…………………..……………………………..16
B.   Kritik dan Saran……………..……………………………...16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………....17


 Di tulis oleh :MUHAMMAD LAIST AL CHUDRI

Editor oleh   :MUHAMMAD MIRZA

0 komentar